Kamis, 10 Januari 2013

Cinta Pekerjaan dan Bekerja dengan Cinta

Sore tadi saya baru saja berdiskusi dengan salah seorang pegawai negeri. Meskipun sampai 2 jam lamanya beliau semangat bercerita, wajahnya tidak dapat menyembunyikan kelelahan dan beban pikirannya.

Tanya ayah saya ketika saya sampai di rumah, "Gimana tadi ngobrolnya?"
Yang saya lontarkan pertama kali, "Mukanya kelihatan capek banget deh, Pa. Kelihatan lebih tua dari papa. Hehe."
Jawab ayah saya singkat,  "Ya, mungkin kurang dinikmati pekerjaannya"

Dan tepat juga sekitar 2 minggu yang lalu, di tengah-tengah obrolan tentang masa depan, ayah saya ini berpesan, "Intinya, kalau kamu kerja dibawa stres, nanti jadi penyakit. Nah kalau sakit, yang rugi diri sendiri. Jadi, pekerjaan itu untuk dinikmati".

Nah, minggu lalu teman saya memberikan salah satu puisi Khalil Gibran dari buku Sang Nabi. Hingga saat ini masih terekam kuat di kepala saya, terlebih setelah mendengar komentar kecil dari ayah saya tadi sore. Semoga bisa menjadi suntikan energi untuk saya di kala "kehilangan" energi. Saya kutip di sini, supaya selalu menjadi pengingat.


Tentang Kerja

Seorang peladang datang bertanya:
Berilah penjelasan pada kami soal kerja.

Maka demikianlah bunyi jawabnya:
Kau bekerja supaya langkahmu seiring irama bumi, serta perjalanan roh jagad ini.
Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim.
Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri.
Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya, menuju keabadian masa.

Bila bekerja engkau ibarat sepucuk seruling, lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu.
Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu, pabila semesta raya melagukan gita bersama?

Selama ini kau dengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan, dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan.
Tetapi aku berkata kepadamu bahwa bila kau bekerja, engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi.
Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma.
Dengan selalu menyibukkan diri dalam kerja, hakekatnya engkau mencintai kehidupan.
Mencintai kehidupan dengan bekerja, adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam.

Namun pabila dalam derita kausebut kelahiran sebagai siksa, dan pencarian nafkah sebuah kutukan yang tercoreng di kening,
Maka aku berkata bahwa tiada lain dari cucuran keringat jua, yang dapat membasuh suratan nasib manusia.

Selama ini kaudengar orang berkata pula, bahwa hidup adalah kegelapan, dan dalam keletihanmu kautirukan kata-kata mereka yang lelah.
Namun aku berkata bahwa hidup memang kegelapan, kecuali jika ada dorongan.
Dan semua dorongan buta belaka, kecuali jika ada pengetahuan.
Dan segala pengetahuan adalah hampa, kecuali jika ada pekerjaan.
Dan segenap pekerjaan adalah sia-sia, kecuali jika ada kecintaan.

Jikalau kau bekerja dengan rasa cinta, engkau menyatukan dirimu dengan dirimu
Kausatukan dirimu dengan orang lain, dan sebaliknya, serta kaudekatkan dirimu kepada Tuhan.

Dan apakah yang dinamakan bekerja dengan rasa cinta?
Laksana menenun kain dengan benang yag ditarik dari jantungmu, seolah-olah kekasihmulah yang akan mengenakan kain itu.
Bagai membangun rumah dengan penuh kesayangan, seolah-olah kekasihmulah yang akan mendiaminya di masa depan.

Seperti menyebar benih dengan kemesraan, dan memungut panen dengan kegirangan, seolah-olah kekasihmulah yang akan makan buahnya kemudian.

Paterikan corakmu pada semua benda, dengan nafas dari semangatmu pribadi.
Ketahuilah bahwa semua roh suci sedang berdiri mengelilingimu, memperhatikan dan mengawasi serta memberi restu.

Seringkali kudengar engkau berkata-kata, laksana menggumam dalam mimpi,
"Dia yang bekerja dengan bahan pualam, dan menemukan di dalamnya bentuk jiwanya sendiri lebih tinggi martabatnya daripada dia si pembajak sawah".
"Dan dia yang menangkap pelangi di langit untuk dilukis warnanya, menyerupai citra manusia di atas kain, derajatnya lebih mulia dari dia si pembuat sandal kita".

Namun aku berkata tidak di dalam tidur melainkan di kala jaga sepenuhnya, ketika matahari tinggi.
Bahwa angin berbisik tidak lebih mesra di pohon jati raksasa daripada di rerumputan yang paling kecil dan tanpa arti.
Dan hanya dialah sungguh besar, yang menggubah suara angin, menjadi sebuah simponi yang makin agung karena kasih-sayangnya.

Kerja adalah cinta yang mengejawantah.
Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta, hanya dengan enggan, maka lebih baiklah jika engkau meninggalkannya.
Lalu mengambil tempat di depan gapura kuil, meminta sedekah dari mereka yang bekerja dengan sukacita.

Sebab bila kau memasak roti dengan rasa tertekan, maka pahitlah jadinya dan setengah mengenyangkan.
Bilamana kau menggerutu ketika memeras anggur, gerutu itu meracuni air anggur.

Dan walaupun kau menyanyi dengan suara bidadari, namun hatimu tiada menyukainya.
Maka tertutuplah telinga manusia dari segala bunyi-bunyian siang dan suara malam hari

Angkat topi setinggi-tingginya untuk semua orang yang mengerjakan pekerjaan yang dicintai dan dikerjakannya dengan sepenuh hati. 

Cari pekerjaan yang kamu cintai.
Cintai pekerjaan itu dengan sepenuh hati.
Semangat bekerja! :)

Rabu, 09 Januari 2013

Jelajah Rumah Ibadat : Gereja Katedral Jakarta

Arsitektur luarnya membuat saya sebegitu penasarannya dengan interiornya. Namun ada perasaan enggan dan ragu untuk masuk ke dalam, yaitu terbentur oleh perasaan tidak enak mengganggu aktivitas beribadah agama lain.

Tahun lalu tepatnya, di tengah obrolan ngalor ngidul saya dan teman-teman, tercetus keinginan untuk mengintip isi Gereja Katedral Jakarta itu. Dari salah satu di antaranya saya dapatkan informasi kalau terdapat museum di dalamnya yang dibuka untuk umum di hari-hari tertentu! Berbekal pencarian di internet, saya dapatkan informasi lengkap untuk bertamu ke gereja ini! Hore!

Gereja Katedral Jakarta (nama resmi: Santa Maria Pelindung Diangkat Ke SurgaDe Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) adalah sebuah gereja di Jakarta. Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur neo-gotik dari Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja beberapa abad yang lalu. (Wikipedia Indonesia)

Saya putuskan untuk ke sana pada hari Rabu. Museum dibuka pada pukul 10.00 WIB. Setelah sempat mampir ke Monas sebentar sambil menunggu pukul 10 pagi, akhirnya kami sampai di depan gereja ini. Kami beragama muslim. Lagi-lagi ada perasaan tidak enak, namun ketika sudah memberitahukan maksud kami untuk mengunjungi museum, dengan ramah si penjaga gerbang langsung menunjukan jalan menuju ke museum yang terletak di lantai 2.

Tampak luar gereja
Tampak dari depan terdapat tiga puncak menara yang menjulang tinggi. Sebuah menara kecil di atas dan di tengah-tengah atap, yaitu Menara Angelus Dei. Menara ini diapit dengan dua menara yang menjulang setinggi. Menara disebelah utara, yang bentuknya menyerupai benteng disebut Benteng Daud yang melambangkan Maria sebagai perlindungan terhadap kuasa-kuasa kegelapan. Sedangkan yang di sebelah Lapangan Banteng disebut Menara Gading, gading yang putih dan murni melambangkan keperawanan Maria.

Masuklah dari pintu samping, dan telusuri ruang misa utama. Perasaan saya meledak-ledak ketika memasuki ruang ini. Sangat megah! Saya sangat bersemangat karena akhirnya bisa mengobati rasa penasaran saya setelah sekian lama. Hore!


Pintu masuk utama
Kami menyusuri deretan kursi panjang sebelum akhirnya sampai ke tangga menuju ke lantai dua. Di sini letak museumnya. Museum terletak di balkon. Dahulu kala tempat ini digunakan untuk tempat paduan suara. Mengingat kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi, maka tempat ini dipergunakan untuk menyimpan benda-benda bersejarah.

Salah satu sisi dalam museum
Kami disambut hangat oleh si penjaga museum, wanita usia 50-60an yang dengan ramah memberikan sedikit cerita. Di museum ini dipamerkan alat-alat ibadat, kasula (pakaian ibadah yang digunakan pastor/uskup/imam), patung-patung, buku-buku, lukisan, foto, dan benda-benda yang dianggap memiliki nilai sejarah. Di sepanjang dinding terpampang lukisan wajah Paus Paulus dari masa ke masa. Kami bisa mengambil foto sesuka hati. Setiap relief terlihat menarik di sini!


Kaca patri warna-warni yang cantik



Sudut dari tengah-tengah balkon. Megah!
Beberapa saat lamanya saya menikmati duduk di ruang misa. Altar berbentuk tiga buah setengah bundaran. Bagian tengah merupakan Altar Utama, bagian kiri adalah Altar Maria dan bagian kanan adalah Altar Santo Yosep. Saya duduk di salah satu sudut kursi panjang. Saya ambil posisi di tengah, pelan-pelan mengambil foto kemegahan interior ruangan dan memandangi kekhusyukan beberapa orang di sini yang tengah berdoa, tanpa mengganggu privasi mereka dan Tuhannya.


Sudut dari antara kursi-kursi panjang

Di halaman gereja terdapat Goa Maria, salah satu sudut yang perlu dihampiri dalam ritual ibadah di sini. Goa ini mirip dengan Goa Maria di Lourdes Perancis. Lalu lalang burung merpati putih semakin mengentalkan suasana gereja. Duduk sejenak di halaman ini rasanya sangat menenangkan.


Goa Maria



Petualangan di Gereja Katedral kami sudahi pada waktu adzan Dzuhur. Tinggal menyebrang sedikit, sampailah saya di Masjid Istiqlal untuk menunaikan shalat Dzuhur.

Untuk yang sedang mencari tempat bersejarah untuk jalan-jalan di Jakarta, cobalah sesekali wisata tempat ibadah, salah satunya ke Gereja Katedral Jakarta. Hati-hati dalam mengambil gambar dengan kameramu, jangan sampai mengganggu dengan mengambil foto yang mencolok dan perhatikan daerah yang boleh dan tidak boleh difoto.
Selamat menjelajah!

Gereja Katedral Jakarta
Jl. Katedral No.7B 
Pasar Baru Sawah Besar 
Jakarta Pusat
Dibuka untuk umum hari Senin, Rabu, Jumat pukul 10.00-12.00 WIB


*)Informasi detail mengenai gereja didapatkan dari situs resmi Gereja Katedral. Untuk tahu sejarah detailnya, bisa dibuka di situs resmi tersebut.