‘Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.’ (QS. Muhammad:7)
"Jika ingin menyentuh hati anak-anak, gunakanlah hati ketika berkomunikasi dengan mereka"
‘Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.’ (QS. Muhammad:7)
"Jika ingin menyentuh hati anak-anak, gunakanlah hati ketika berkomunikasi dengan mereka"
Hujan turun rintik-rintik di luar. Angin dingin menusuk tulangku. Wangi tanah basah menggelitik hidungku. Dari kejauhan tampak muridku sedang berjalan bertiga dari arah asrama, dengan membawa tumpukan kotak makanan milik kawan seasramanya. Wajah mereka cerah. Hujan tak menyurutkan kewajiban piket mereka, meskipun perlu berjalan melintasi pondok menuju dapur umum sambil membawa payung. Sepayung bertiga.
Senyum tipis tersungging di bibirku. Ya, hal ini adalah salah satu hal yang membuatku kerasan mengajar. Bahagia itu adalah ketika aku dapat menyaksikan buah-buah didikan dari sistem pendidikan yang kami bangun bersama-sama. Buahnya mungkin belum matang betul, namun baru melihat cikal bakal tumbuhannya yang tumbuh subur, senyum lebar akan selalu menghiasi bibirku.
Anak-anak ini ibarat sebuah tanaman. Mereka dipindahkan dari potnya yang nyaman, yaitu kampung halamannya. Berat, seperti layaknya sebuah tanaman yang baru dipindahkan ke tanah yang baru. Hidupnya akan merana karena tidak terbiasa jauh dari zona nyamannya. Yang mana sebelumnya keperluannya disiapkan orang tua, makan bisa seenaknya, dan bermain bisa sesuka hati saja. Namun masuk ke tanah yang baik dengan nutrisi dan lingkungan yang baik akan mengubah kehidupan tanaman tersebut. Seorang anak yang dicemplungkan dalam lingkungan yang baik, asalkan terus konsisten dan dirinya berjiwa pembelajar, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang luar biasa.
Bagi kami para pendidik pun, hal terberat juga kami rasakan pada saat menangani benih-benih baru. Kami perlu menanamkan nilai-nilai yang mungkin asing di telinga mereka sebelumnya. Tak jarang kami habiskan waktu kami untuk sekedar menemani dan memahamkan anak yang tidak mau makan, yang merengek minta pulang, yang rindu masakan ibundanya, sampai yang bermasalah dengan temannya. Hal remeh temeh menurut orang dewasa bisa menjadi tantangan besar dalam perjalanan hidup seorang anak.
Senyum akan terus tersimpul di bibirku, setiap hari memerhatikan perubahan-perubahan kecil dari setiap anak. Gigi yang bersih, raut wajah segar, dan salam ketika berpapasan rasanya menjadi lebih dari cukup. Meskipun tak selalu kuberikan senyum manis ketika mereka melakukan kesalahan. Beberapa kalimat nasihat bernada tinggi dan tegas juga menjadi makanan mereka untuk menjadi lebih berhati-hati dalam bertingkah laku.
Itulah menjadi guru. Menjadi guru tak pernah sebersit pun terlintas dalam pikiranku sebelumnya. Kupikir aku hanya akan menjadi guru untuk anakku kelak. Namun rupanya Allah memberikan kesempatan berpuluh-puluh kali lipat lebih besar untuk berproses dalam melahirkan generasi unggul di masa depan, yang akan memegang estafetan kepemimpinan bangsa ini.
Anak-anak didikku juga guruku. Justru aku belajar banyak sekali tentang kehidupan melalui proses mendidik. Sekolah itu memang untuk belajar hidup bagi seluruh elemen di dalamnya. Baik untuk anak yang dididik, pendidik, orang tua, dan seluruh pihak yang terlibat. Percaya atau tidak, dari mengajar justru berbagai macam keahlian dan keterampilan milikku meningkat pesat, baik soft skill maupun hard skill. Mulai dari kemampuan komunikasi, bernegosiasi, ilmu kesehatan, dan masih banyak lagi. Maklum, proses pendidikan ini berlangsung 24 jam. Hal remeh untuk membiasakan minum air putih setiap hari saja bisa jadi tantangan yang besar.
Pendidikan adalah investasi untuk jangka panjang. Aku belum tentu bisa menyaksikan keberhasilannya dalam jangka waktu dekat, tetapi keberhasilan itu pasti akan terjadi. Karena SDM adalah kunci keberhasilan dan kemajuan suatu bangsa. Selamat hari guru :)
begitu banyak rintangan yang harus kita hadapi
lalu mengapa kau diam saja tak berdaya
di belia usia di masa yang paling indah
kau tampak tak bergairah
sementara yang lainnya hidup seenaknya
seakan waktu takkan pernah ada akhirnya
hanya mengejar kepentingan diri sendiri
lalu cuek akan derita sekitarnya
astaga, apa yang sedang terjadi
oh oh astaga, hendak kemana semua ini
bila kaum muda sudah tak mau lagi peduli
mudah putus asa dan kehilangan arah
apa yang terjadi, hendak kemana semua ini
apa yang terjadi, sudah tak mau peduli
apa yang terjadi, hendak kemana semua ini
apa yang terjadi, sudah tak mau peduli
***
Lagu yang populer di era 90-an ini menarik perhatian saya saat telepon genggam salah seorang kawan saya berdering. Kembalilah saya di masa kecil saya, ketika mendengar lagu yang dilantunkan Ruth Sahanaya, lalu dinyanyikan ulang oleh Andien ini.
Namun momennya berbeda. Saat dulu saya masih kecil, saya belum memperhatikan lirik setiap lagu. Yang saya ingat hanya bagian "Astaga, apa yang sedang terjadi" - nya saja. Sisanya? Saya lupa sama sekali. Ditambah lagi, lagu tersebut memang bukan menyasar pada saya yang masih ingusan saat itu.
Sekarang, setelah ditilik lebih dalam, rupanya pesan dalam lagu ini sangat dalam, khususnya untuk para pemuda. Dibawakan dengan nada lebih bersemangat oleh Ruth Sahanaya, tanda sebuah peringatan, dan dengan gaya easy listening oleh Andien, tanda sebuah perenungan.
oh oh astaga, hendak kemana semua ini
bila kaum muda sudah tak mau lagi peduli
mudah putus asa dan kehilangan arah
Ayo bangun wahai pemuda!
#selfreminder
![]() |
Pemilahan sampah di Al Umanaa |