Tampilkan postingan dengan label tokoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tokoh. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Januari 2015

Bermain Ke Markas Komandan Lalat

(Sumedang, 25/12) Setelah melewati hampir 3 jam perjalanan dari Bandung dan melewati ramainya arus lalu lintas pantura, sampai juga kami di kaki Gunung Tampomas, Sumedang Utara. Tanggal merah ini kami agendakan untuk menemui Profesor Agus Pakpahan yang di tengah kesibukannya menerima kehadiran kami untuk belajar dan berdiskusi. Profesor Agus ini belakangan sering disebut-sebut sebagai 'komandan lalat' yang ramai di media. Mulai dari media lokal hingga nasional. 

Fokus saya dan tim Foodlap dalam mencari teknologi-teknologi pengolahan sampah yang alami, mempertemukan kami dengan jenis lalat menarik yang satu ini, Black Soldier Flies (BSF). Cerita lengkap pertemuan kami dengan teknologi ciptaan Allah ini akan saya ceritakan di lain waktu. Singkat cerita, rasa penasaran kami terhadap hewan inilah yang kemudian mempertemukan kami dengan Profesor Agus.

Di depan rumah tuanya yang besar, kami disambut hangat. Obrolan kami diawali dengan perkenalan diri masing-masing, terutama kami, si anak-anak muda yang sengaja mengontak beliau untuk belajar mengenai lalat ke Profesor Agus atas penelitiannya selama 4 tahun. Kemudian dengan yakin beliau menceritakan latar belakang beliau dalam meyakini BSF sebagai solusi.

Asupan Protein Masyarakat Indonesia
"Asupan protein masyarakat kita yang senilai 13,5 gram/tahun dinilai sangat rendah, 2000 kali lebih rendah dari asupan protein warga Eropa yang rata-rata mencapai 70 gram/hari setiap orangnya."
Yang membuatnya semakin prihatin, dari sebuah buku, ia temukan bahwa tingkat IQ orang Indonesia rata-rata hanya 85. Rupanya ini sangat berkaitan dengan asupan protein yang merupakan nutrisi yang krusial dalam perkembangan otak. Kemudian Prof Agus memutar otaknya dan meyakini bahwa asupan protein tersebut utamanya disuplai oleh makanan, dengan sumber protein yang paling murah saat ini adalah ikan dan unggas. 

Masalah selanjutnya muncul. Rupanya tantangan terbesar dalam dunia peternakan adalah soal pakan. Biaya pakan memakan 70-80% biaya total pengembangbiakan ternak. Pakan di Indonesia terkenal mahal karena produk atau bahan bakunya hampir 90% impor. Beliau juga menyatakan bahwa salah satu penyebab pemanasan global adalah emisi gas buang tranportasi. Salah satu faktor pendorongnya adalah tingginya arus transportasi untuk pengangkutan pakan yang jauh-jauh harus diimpor. Lebih parahnya lagi, pakan tersebut merupakan hasil pemrosesan pabrik yang kandungannya tidak segar lagi. Prof Agus sendiri mengakui bahwa betapa pentingnya pemberian pakan segar dan alami untuk hewan ternak yang nantinya akan disantap oleh manusia


Masalah Protein + Sampah = Black Soldier Flies

Rentetan masalah tersebut mengasah ide beliau untuk berinovasi mencari tahu alternatif pakan yang tinggi protein, mudah, dan murah. Beliau memulai eksplorasinya pada tahun 2010. Faktor penting lainnya yang menjadi dasar pertimbangan beliau dalam melakukan eksplorasi adalah faktor iklim Indonesia yang dilalui garis khatulistiwa, sehingga memiliki karakteristik hot, wet, dan humid. Pilihan beliau jatuh pada jenis serangga lalat, namun bukan seperti lalat rumah kebanyakan. Saya sendiri mengakui bahwa jenis Black Soldier Flies ini mempunyai berbagai macam kelebihan dan karakteristik mencengangkan yang memang didesain secara alami membantu manusia.

Profesor Agus menambahkan poin konsep dalam pengelolaan sampah. Selain 3R (reduce, reuse, recycle), beliau menambahkan recreate dan revalue. Jadi bagaimana dalam pengolahan sampah ini bisa menghasilkan sumber daya baru dan meningkatkan potensi nilai dari sampah itu. Proses pengolahan menggunakan BSF ini berpotensi pemanfaatannya dalam berbagai bentuk, yaitu : protein yang dimanfaatkan untuk pakan, biostimulan, hasil sekresi larva untuk bahan pupuk cair, dan sisa-sisa kepompong dan bangkai lalat yang memiliki kandungan citosan. 

Transformasi sampah menjadi ayam

Setelah mengobrol panjang sebagai pengantar awal, kami diajak untuk menengok 'kandang lalat' beliau. Letaknya tidak jauh dari rumahnya, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Namun kami sama-sama menggunakan mobil untuk mempersingkat waktu. Sampailah kami di kandang lalat beliau. Tempat pengembangbiakan yang mampu mengolah 400-600 kg sampah per hari ini memiliki beberapa bagian. Pertama, rearing house yang merupakan kandang lalat untuk lalat tumbuh dan bertelur. Di kandang sederhana ini berkeliaran lalat-lalat hitam dan hinggap di jaring-jaring dan permukaan dedaunan di dalamnya.

Kedua, reactor house yang merupakan ruang larva, di mana di tempat inilah sampah diolah oleh ratusan ribu larva kelaparan. Kami dibuat terkagum-kagum dengan rentetan penjelasan dari Profesor Agus dan proses pengolahan sampah yang dilakukan oleh sekelompok larva lalat ini. Mata saya berbinar ketika melihat penuh dan ramainya belatung di antara sampah-sampah yang menjadi santapan mereka. Menariknya, area ini sama sekali tidak tercium bau busuk sampah. Hal ini dikarenakan sampah terolah secara cepat oleh si larva. Setiap hari 400-600 kg sampah pasar Sumedang dan isi rumen sapi di masukan ke dalam reaktor-reaktor berisi larva dan akan habis hari itu juga. Larva yang sudah dipanen disimpan di satu ruangan tersendiri, dan siap menjadi makanan segar untuk ayam-ayam yang dipelihara. Ya, tempat pengembangbiakan BSF ini terintegrasi dengan kandang ayam milik beliau. 

Atas idealisme Profesor Agus, ayam-ayam ini ditumbuhkembangkan secara alami. Tanpa vaksin dan asupan makanannya hanya dengan larva BSF dan dedak. Balai Penelitian Peternakan yang sempat mampir ke tempat beliau sempat melakukan pembedahan pada ayamnya dan terbukti sehat. Daya tahan tubuh ayam tergolong lebih kuat dari ayam lain dengan pakan pabrikan biasa. 

Teknologi ciptaan Tuhan memang keren sekali! Saya juga sangat bersemangat mengaduk-aduk dengan tangan saya, sekumpulan larva dewasa dalam 2 baskom besar yang siap menjadi santapan ayam. Larva-larva berwarna gelap yang masih menggeliat-geliat membuat geli telapak tangan saya.

Sumber : instagram @adriarani

Setelah puas berkeliling, kami masih melanjutkan diskusi hingga pukul 3 sore. Wah hampir 5 jam lamanya kami menghabiskan waktu 'liburan' satu hari kami di sini. Kekhawatiran akan padatnya lalu lintas menuju Bandung yang membatasi waktu kami.

***

Senang sekali bisa berbagi dan mendapat motivasi dari Profesor Agus. Tetap berkarya dan bermanfaat tanpa mengenal usia. Kami yang masih muda-muda ini mendapat banyak dorongan semangat dari beliau dan istri. Yang paling berkesan untuk saya adalah, ide-ide dan inspirasi beliau yang hampir selalu muncul dari mengamati situasi dan petunjuk dari alam. Ya, saya sangat percaya kalau teknologi paling canggih sebenarnya sudah dirancang sedemikian rupa di alam, hanya bagaimana manusia mampu menerjemahkan dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat manusia. :)


"...(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah..." (Ar-rum:30)


Senin, 15 Desember 2014

Bang Onte : Kuantita Kejiwaan Dari Alam


(Bandung, 13/12) Simpul Space BCCF pagi itu diwarnai dengan gelak tawa sekumpulan orang yang asik mendengarkan celotehan Bang Silverius Oscar Unggul (43), yang akrab disapa Bang Onte. Social Inovators Talk ke 4 kali ini mengundang beliau untuk berbagi kisahnya dalam membentuk internal organisasi yang kuat. Selama hampir 2 jam lamanya kami diasupi cerita-cerita perjuangan Bang Onte dan 8 kawannya dalam membangun visi menyelamatkan hutan Indonesia.

Bang Onte, pria kelahiran Kendari Sulawesi Tenggara ini adalah peraih Social Entrepreneur of The Year 2008, Ernst & Young, Schwab Foundation. Berawal dari perjuangannya di masa kuliah sebagai seorang pecinta alam, beliau dan kawan-kawannya membentuk organisasi Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) di kampusnya. Dari tempaan dan persahabatannya yang begitu erat dengan alam, Bang Onte benar-benar dimanjakan dengan warga-warga di pelosok Indonesia yang begitu baik. Sampai akhirnya Bang Onte berkesimpulan bahwa orang-orang akan berperilaku baik seiring dengan alamnya yang masih terjaga. Maka tidak heran ketika alam rusak akan berpengaruh negatif pada masyarakat di sekitarnya.

Bagaimana cara membantu orang-orang yang alamnya masih baik?
Bagaimana mengembalikan alam yang sudah rusak?

Yayasan Pecinta Alam (Yascita)

Sambil menahan geli, peraih Skoll Award for Social Entrepreneurship 2010 ini menceritakan asal muasal terbentuknya LSM buatannya dengan 7 kawannya. Ia melihat senior-senior kuliahnya yang sudah lulus bolak-balik menraktir makan ketika main ke kampus. Ditanya kerja apa, katanya di LSM. Bang Onte berkesimpulan :

Oh, kerja di LSM banyak duitnya

Dengan motivasi menyelamatkan alam dan gambaran finansial LSM yang menggiurkan,  tahun 1995 dibentuklah Yascita oleh 8 orang nekat ini. Rupanya setelah menjalani bidang pekerjaan di LSM yang mereka bentuk, angan-angan tentang LSM di awal buyar seketika. Selama 4 tahun mereka mencoba bertahan dalam kesempitan. Tetapi setiap merasa kesulitan, mereka akan kembali ke alam. Mereka percaya, bahwa alam akan membentuk kita menjadi pribadi yang tangguh. 


Dari alam, Bang Onte mendapat pelajaran besar berupa kuantita kejiwaan : semangat pantang menyerah, semangat rela berkorban, semangat kebersamaan, dan semangat kekeluargaan.

Di sela-sela waktu, Bang Onte menggunakan berbagai cara untuk tetap menumbuhkan semangat timnya, di mana salah satunya adalah menuliskan target dan optimisme di papan setiap awal bulan, meskipun pada akhirnya seringkali target tersebut tidak berbuah hasil. 

Akhirnya setelah penantian 4 tahun, Yascita mendapatkan proyek pertama mendokumentasikan foto hutan yang rusak. Tidak puas dengan yang dikerjakan, Bang Onte sempat sampai di titik hampir putus asa. Namun niatnya dibatalkan oleh kejadian kebetulan yang menyadarkannya bahwa meninggalkan warisan harta itu jauh tidak seberapa dibanding meninggalkan nama baik. Itulah yang dilakukan ayah Bang Onte dalam menjalankan amanahnya di kantor pemerintahan.


Radio dan TV lucu-lucu

Berpikir di tengah kondisi yang susah akan menumbukan kreativitas yang luar biasa! Pengalaman yang menjadi sentilan kecil itu menumbuhkan semangat dan ide besar. Karena sulitnya menyebarkan informasi lewat media massa pada zaman itu, di tahun 2000 8 orang ini beride gila membangun sebuah radio, Radio Swara Alam namanya. Pemancarnya dikaitkan ke pohon. Makin lama makin tinggi pemancarnya seiring dengan tumbuhnya pohon. Tapi jangan kaget kalau musim hujan tidak bisa siaran karena pemancarnya ikut tergoyang angin ribut. Berawal dari 10 pendengar hingga akhirnya berkembang dan menimbulkan ide baru untuk membangun stasiun TV pada tahun 2002. 

Kendari TV dijuluki sebagai "TV Lucu-Lucu" karena pengemasannya tidak seperti layaknya TV lain. Ketika sudah mampu menjadi perusahaan radio dan TV, Bang Onte dengan bangga mengundang para LSM untuk studi banding. Melihat kesederhanaan stasiun radio dan TV itu, mereka dicemooh. Namun rupanya Bang Onte punya alasan mengapa stasiunnya yang tampak "main-main" itu menjadi sasaran studi banding.

"Supaya kawan-kawan optimis bisa bikin seperti kami-kami ini. Kalau lihat stasiun TV besar, pulang-pulang nggak akan jadi bikin karena sudah keburu takut duluan dengan peralatan mahalnya" ujarnya.

Alhasil benar saja. Dari kunjungan tersebut, lahirlah stasiun TV lokal seperti Bengkulu TV dan lainnya. Dari stasiun-stasiun TV lokal tersebut, dibentuklah Asosiasi Televisi Kerakyatan Indonesia. Penikmat Kendari TV awalnya hanya 7 KK dan berkembang hingga dinikmati 8000 KK. 

Pada titik itu, Bang Onte dan kawan-kawan merenungkan kembali visi yang ingin mereka raih. Akhirnya tahun 2011 mereka menjual Kendari TV yang bernilai 12 Milyar (modal awal hanya 300 juta) dan Bengkulu TV yang bernilai 9 Milyar ke Kompas, dengan saham 40% masih dipegang oleh mereka. Demi mencapai visi bersama, didirikanlah TELAPAK yang masih bertahan hingga saat ini. TELAPAK adalah bentuk penggabungan LSM-LSM di Indonesia yang memiliki visi yang sama. 

Kunci Keberhasilan Tim

Yang berhasil membuat kami terkagum-kagum adalah salah satunya konsistensi 8 orang sebagai penggagas yang bertahan terus hingga saat ini. Hal itu yang menjadi teladan konkrit prinsip gotong royong, harapannya menjadi contoh bagi masyarakat yang mereka dekati. Yang mengikat mereka juga salah satunya adalah aturan main yang disepakati bersama. Misalnya dalam pembagian peran, masing-masing tidak akan campur tangan dengan bagian lainnya. Dari mulai yang jago berdiplomasi hingga peran menghibur tim, semuanya dipercayakan pada perannya masing-masing. Masalah pembagian uang, dulu dibagikan ke teman-teman yang membutuhkan. Misalnya pernah dalam cerita perjuangan di awal, ada 2 dari 8 orang ini yang mau menikah, maka 6 orang lainnya mengumpulkan uang untuk membantu kedua temannya. Untuk menghindari konlik internal, 8 orang ini rutin camping 2 minggu sekali. Ketika semakin banyak orang dalam radio dan TV, bentuknya berupa gathering 1 bulan sekali. Sekarang untuk skala TELAPAK, mereka rutin rapat besar 2 tahun sekali. 

Menariknya lagi, dalam pembagian hak secara finansial pun diatur sama rata dan gaji yang mereka terima masing-masing di luar masuk ke satu pintu. Mereka menggunakan sistem koperasi untuk mengikat  status kerjasama. Koperasi itulah yang memiliki saham di mana-mana. Menurut pengalaman Bang Onte, badan koperasi ini sangat membantu menghindari konflik internal karena hak dan kewajibannya diatur dengan sangat jelas. Selain menjunjung tinggi asas gotong royong,TELAPAK hingga saat ini yang beranggotakan 300 orang masih menggunakan sistem musyawarah, salah satunya dalam memilih pemimpin. Dalam rapat besar, orang-orang yang merasa pantas memimpin dan yang dipilih rekan-rekannya karena dianggap pantas diberikan waktu sendiri untuk menentukan siapa yang menjadi ketua di antara mereka. 

Kunci Keberhasilan di Masyarakat

Dalam bekerjasama dengan masyarakat di setiap programnya, mereka selalu belajar dari kegagaln. Salah satunya adalah tidak bergantung ke satu pihak yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Jika terjadi apa-apa dengan orang ini, maka program bisa bubar seketika. Kemudian proses pendekatan yang dilakukan juga unik. Selain prinsip partisipatif dengan membangun aturan bersama dengan masyarakat, pendekatannya adalah mengikuti kebiasaan masyarakat di awalnya. Kebiasaan makan bersama hingga mencuri kayu pun mereka geluti. Karena pada prinsipnya mereka percaya kalau banyak kesepakatan dan hal-hal penting yang dapat dilakukan dalam obrolan ringan di sela berkegiatan itu. Namun untuk beberapa kebiasaan negatif masyarakat, mereka strategikan untuk lama kelamaan digiring ke arah yang benar. Jika kebiasaan masyarakat yang kita rasa buruk langsung 'ditabrak' di awal, bisa-bisa kita langsung ditolak mentah-mentah. Sistem pembagian keuntungan juga dilakukan agar masyarakat merasakan timbal balik dari usahanya. Jika ada konflik, mereka menggunakan 'buku besar' yang mengatur segala aturan main-hasil kesepakatan mereka sendiri. Kunci lainnya adalah keteladanan. Delapan orang penggagas ini bertahan dengan jumlahnya dan menunjukan bukti nyata sebuah gotong royong dan koperasi.
Fokus dengan apa yang dicita-citakan. Fokus itu datangnya dari hati. Kalau memang tidak serius, lebih baik berhenti karena hanya buang-buang waktu saja!

Foto Bersama Seusai Ngobrol

Terima kasih untuk ceritanya yang sangat menginspirasi, Bang Onte! :)


Sabtu, 13 September 2014

Pesan Sang Guru


“The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires.” -William Arthur Ward

Sudah lama sekali saya ingin menuliskan sedikit mengenai tokoh yang satu ini. 

Hari Kamis pagi lalu, saya menemui kembali dosen favorit, mentor, dan guru saya selama di Kampus. Dr. Ir. Tresna Dermawan Kunaefi, yang akrab disebut Pak Iwan. Seorang dosen sekaligus mantan duta besar UNESCO, yang menjunjung tinggi nilai socio-technology dan aktif di ranah pendidikan. Beliau adalah salah satu pihak yang berjasa dalam mengusahakan batik sebagai world heritage. Kecintaan beliau terhadap pekerjaan dan hobinya menginsipirasi saya sejak awal berkomunikasi dengan beliau sebagai dosen mata kuliah Infrastruktur Sanitasi, pembimbing mata kuliah kerja praktek, dan tugas akhir saya yang berkaitan dengan community based sanitation

Pesan ini selalu beliau ingatkan kepada saya, di sela-sela penyampaian harapan beliau terhadap saya menuju kesuksesan di masa depan. Maka izinkan saya menulis untuk membagi dan mengingatnya.

Bangga terhadap pekerjaanmu, 
Cintai pekerjaanmu, 
Lakukan yang terbaik pada pekerjaanmu,

Dibarengi dengan senyum lebar dan kisah beliau melewati serunya kehidupan.

Perjalanan amanah dan sepak terjang beliau yang naik turun dilakukan dengan sepenuh hati. Sudah beberapa kali beliau sampaikan ini kepada saya, setiap mendengar celotehan saya akan mimpi dan minat saya yang meledak-ledak. Harapan dan pesan selalu hadir dari beliau

Sumber : Pikiran Rakyat

Terima kasih, Pak Iwan. Semoga tetap sehat dan menginspirasi sepanjang masa!