Anita Roddick adalah pendiri dari The Body Shop pada tahun 1972, visinya adalah membentuk perusahaan dengan produk yang memperjuangkan HAM dan ramah lingkungan. Akhirnya The Body Shop resmi berdiri pada 26 Maret 1976. Mottonya adalah “to dedicate our business to the pursuit of social & environmental change”. Anita Roddick meninggal pada tahun 2007. Sejak itu The Body Shop dibeli oleh pihak L’oreal dengan perjanjian bahwa pihak L’oreal hanya mengubah dari segi manajemen. Visi awal The Body Shop tidak boleh diubah. Brand positioning The Body Shop adalah The Green, natural, and ethical beauty brand. The Body Shop memiliki beberapa nilai yang ditekankan, yaitu :
· Active Self Esteem. The Body Shop tidak menggunakan model-model yang berkulit putih berambut lurus dan langsing seperti yang seringkali media gunakan. Mereka tidak mau menampilkan hal-hal yang membangun image bahwa perempuan cantik adalah perempuan dengan ciri-ciri itu. Mereka memegang teguh prinsip bahwa “Sebuah produk tidak bisa menjanjikan hal yang tidak mungkin”
· Defend Human Rights
· Support Community Trade, terutama bagi petani yang bekerja untuk menghasilkan bahan dasar mereka. India adalah salah sati supplier Body Shop. Mengapa tidak diambil di Indonesia? Masalahnya bukan pada kualitas, tetapi adalah bagaimana bisnis bisa dibagi rata oleh pengelola dan petaninya
· Against animal testing. Produk mereka tidak pernah di uji coba ke binatang. “We believe in our incredible planet
Beberapa tindakan The Body Shop yang mendukung gerakan peduli lingkungan :
1. Program Bring back our bottles
Botol yang digunakan adalah botol yang 100% dapat didaur ulang. Pada dasarnya orang Indonesia suka dengan hadiah. Oleh karena itu dari program ini customer bisa mendapatkan sebuah shopping bag setelah menukarkan beberapa botol Body Shop mereka.
2. Setiap membuka gerai baru, The Body Shop tidak pernah mengadakan perayaan. Sebelumnya mereka memberi himbauan terlebih dahulu kepada para supplier untuk tidak mengirim karangan bunga (karangan bunga hanya berakhir menjadi sampah).
3. Berpartisipasi pada program Earth Hour, dilakukan oleh 63 gerai. Dari situ terhitung menghemat sekitar 150.000 watt
Program-program mereka bukan saja diberlakukan di luar saja, beberapa kebijakan “hijau” juga telah diberlakukan di kantornya. Ibu Rika adalah salah satu pencetusnya dan didukung oleh pihak-pihak direksi.
- Kebijakan pelarangan penggunaan styrofoam dan botol plastik. Sudah berjalan selama 3 tahun. Kebijakan ini memberi dampak yang sangat besar. Sekarang mereka melihat styrofoam menjadi barang yang tabu.
- Kebijakan membawa tempat minum dan makan sendiri di acara-acara internal kantor
- Pengelolaan kertas, menggunakan kertas harus bolak balik. Jika telah terpakai semua, kertas baru dikirimkan ke bagian packaging untuk digunakan kembali.
- Sosialisasi dan edukasi kepada karyawan yang baru
- Pembuatan ratusan lubang biopori di halaman kantor
- Komunitas Bike to Work. Didukung dengan fasilitas kantor seperti tempat mandi, loker, dan parkir sepeda
- Garage sale. Diawali dengan kegiatan “clean up your desk” selama 2 jam, biasanya pada hari kamis. Kemudian di hari Jumat karyawan diminta membawa barang-barang yang tidak terpakai di rumah. Hasil penjualan diberikan ke LSM.
The BodyShop meraih penghargaan 1st Winner green office competition in 2009. Beberapa kunci keberhasilan mereka adalah :
1. Customer be the first to involve
2. Improve grass roof communication as the beneficiaries in step
3. Invest in internal responsibility (staff training)
4. Talk the walk, not walk the talk
5. Innovation, be different
6. Building alignment with others
Nah, saya bukannya mau promosi perusahaan mereka lho ya. Yang mau saya soroti di sini adalah ketika kita mau berkoar-koar tentang sesuatu, misalnya dalam kaitannya di sini adalah tentang lingkungan, maka berkacalah dulu ke dalam internal komunitas kita, khususnya pada diri sendiri :) Oleh karena itu saya merasa perlu untuk share ini nih karena brand Body Shop ini pasti sudah dikenal oleh kalian semua. Nah dari kampanye lingkungan yang mereka lakukan, apakah kantor mereka juga "hijau?" dan ternyata mereka juga berlaku sampai ke situ lho. Bagaimana dengan kamu dan komunitasmu? :)
Pembicara kedua adalah Iben Yuzenho, National Director of Eco-Indonesia.
Mas Iben memulai ceritanya dengan memutar film. Intinya yang mau disampaikan adalah bahwa hal-hal yang penting ketika kita melihat suatu permasalahan adalah tinjau soal : Aktor (pelaku), situasi, dan sistem. Aktor kaitannya dengan siapa yang berperan dibaliknya, kemudian bagaimana situasi di sekitarnya, dan sistem adalah kaitannya dengan kebijakan yang dibuat di lingkungan tersebut.
Inilah bentuk gambaran hasil diskusi tim Eco Indonesia mengenai “Going Green Activities” :
“Refers to fashion that becomes popular in a culure (or subcultures) relatively quickly, remains popular for a while then loses popularity dramatically.”
“A fashion that is taken up with great enthuism in a period of time”
Begitu pula mengenai isu global warming, ada pendapat yang mengatakan :
Q : How do you feel about global warming?
A : Obvious nonsense, makes nice or bad people feel good about themselves to do their bit for the planet. Costing trillions of dollars to go “greener” with the blessing got caring souls & the Kyoto Protocol (Charles Saatchi)
Hmmm.. Sekarang isu lingkungan sedang marak-maraknya nih. Semua orang mulai menjalankan "gaya hidup yang hijau". Tetapi apakah itu hanya "Fad"? Yaitu tren yang hanya sekejap saja lalu akan hilang? Menurut saya pribadi, hal itu bukanlah masalah ketika green lifestyle menjadi sebuah tren tersendiri. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah tren itu harus terus ada dan pada akhirnya menjadi sebuah kebudayaan. Suatu kebiasaan akan menjadi budaya ketika itu dilakukan secara terus menerus. Jadi, untuk pertanyaan "green lifestyle, gaya hidup atau hidup gaya? " bagaimana menurutmu?