Angkutan kota adalah sebuah moda transportasi perkotaan yang merujuk kepada kendaraan umum dengan rute yang sudah ditentukan. Tidak seperti bus yang mempunyai halte sebagai tempat perhentian yang sudah ditentukan, angkutan kota dapat berhenti untuk menaikkan atau menurunkan penumpang di mana saja. (Wikipedia Indonesia)
Kami lebih suka memanggilnya dengan bentuk akronim, angkot.
Lucu. Secara bertubi-tubi seakan-akan pada saat yang sama sekeliling saya bicara soal ini. Dari mulai isu perparkiran kampus yang korelasinya tak jauh dari angkot, sampai kelompok-kelompok orang yang memang mengulas habis tentang si angkot ini sendiri. Saya sendiri baru mulai menjadi pengguna setia angkot ketika saya resmi menjadi mahasiswa di Bandung. Sebelumnya cenderung jarang menggunakannya, ketika masih berseragam sekolah di Kota Jakarta.
Bukan perihal sejarah atau bahasan serius yang mau saya bagi. Hanya hal-hal kecil yang sering jadi rutinitas saya di dalam angkot.
Pertama, saya bisa jadi orang paling sok tahu. Kenapa? Saya senang menerka-nerka latar belakang, urusan, tujuan akan ke mana, sampai apa yang dipikirkan seseorang lewat gaya berpenampilan, apa yang dibawa, dan raut wajahnya. Dalam hal ini adalah para penumpang angkot.
Mbak-mbak PNS berseragam dengan bedak tebal, bersepatu hak tinggi, dan wangi parfum yang semerbak.
Anak SD akan berangkat sekolah yang memilih sarapan dengan biskuit-biskut manis di tangannya sambil digandeng ibunya yang asyik merumpi dengan ibu-ibu lain dalam bahasa sunda.
Mahasiswa yang hanya sempat sarapan gorengan dengan rambutnya yang masih basah habis keramas.
Anak ABG dengan gerombolannya yang sibuk memilin rambut dan poninya.
Dan banyak lagi, tidak akan ada habisnya kalau saya deskripsikan satu persatu. Hehe
Kedua, angkot bisa jadi tempat saya untuk bertemu dan terlibat dalam obrolan singkat, basa-basi dengan orang-orang yang tanpa sengaja bertemu dalam satu mobil yang sama. Yaa.. 99% persen pertanyaan yang dilontarkan ketika si A bertemu dengan si B di angkot,
"Mau ke mana?" atau "Dari mana?"
Klasik.
Tapi setidaknya ada tambahan informasi yang saya dapatkan ketika terlibat dalam obrolan super singkat itu.
Ketiga, saya jadi orang yang "tidak sengaja" tahu urusan orang. Hahaha. Toh bukan salah saya kalau kuping ini tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan orang lain yang jaraknya tidak sampai 1 meter dari saya. Atau bahkan pembicaraan di telepon genggam, di mana si penerima telepon berbicara keras-keras sampai seantero angkot bisa dengan jelas mendengarkan. Mulai dari gosip tentang anu, obrolan ringan tentang kehidupan, sampai obrolan basa basi ketika si A tidak sengaja bertemu dalam satu angkot yang sama dengan kenalannya.
Interaksi langsung dan tidak langsung sekelompok manusia beda latar belakang dalam satu atap kendaraan yang sama. Saya anggap sebagai cerita yang tidak ada habisnya, dengan penumpang yang silih berganti, pun dengan kisahnya masing-masing. Selalu baru, seru!
Ngangkot, yuk! :)
Ya naik angkot memang menyenangkan, asal si supirnya nggak ngetem lama-lama hehe...
BalasHapus