Sanitasi yang tidak memadai di daerah-daerah perdesaan dan perkotaan telah memiliki konsekuensi berat bagi kesehatan dan dampak paling akut pada kaum miskin, yang paling tidak mampu memenuhi kompensasi kurangnya investasi pemerintah. Telah diperkirakan bahwa sanitasi dan higiene yang buruk menyebabkan setidaknya 120 juta jenis penyakit dan 50.000 kematian prematur setiap tahunnya. Dampak yang dihasilkan dari segi ekonomi secara langsung bernilai lebih dari Rp 29 triliun (Rp 3,1 miliar) per tahun, sedangkan kerugian secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp 6,5 miliar per tahun (WSP World Bank, 2008).
Dengan populasi penduduk Indonesia yang mendekati angka 250 juta, Indonesia menduduki urutan ke empat sebagai negara dengan populasi terpadat di dunia. Hampir sebagian dari penduduk tersebut tinggal di kawasan urban (perkotaan) dan sisanya masih di wilayah perdesaan.
Pada kondisi masyarakat pedesaan, kebutuhan masyarakat terhadap jamban masih rendah. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat, yang tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yang buang air besar di sungai, kebun, sawah bahkan di kantong plastik yang kemudian dibuang di sembarang tempat.
Paciringan, salah satu sarana buang air masyarakat pedesaan (Dok. Pribadi) |
Kondisi lain di masyarakat urban tercermin pada pelayanan air limbah terpusat di beberapa kota besar yang masih menghadapi kendala dalam pengelolaannya. Hal ini terkait dengan rendahnya kesediaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat terhadap pelayanan air limbah terpusat dan masih rendahnya kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air limbah terpusat. Dengan tidak adanya investasi pada pelayanan limbah terpusat, sebagian besar infrastruktur sanitasi permukiman terletak di rumah tangga masing-masing.
Kondisi saluran drainase di salah satu permukiman terpadat ; Cicadas, Bandung. (Dok. Pribadi) |
Sekitar tiga perempat penduduk perkotaan telah memiliki toilet dan pengolahan limbahnya secara pribadi, namun regulasi dan pengawasan pemerintah yang masih sangat lemah mengakibatkan jumlah rumah tangga yang membuang limbahnya dengan aman masih sedikit sekali. Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan pelayanan untuk mendukung kualitas lingkungan.
Kondisi perumahan padat di bantaran sungai wilayah Cicadas, Bandung (Dok. Pribadi) |
Saluran limbah rumah tangga yang mengalir langsung ke sungai. (Dok. Pribadi) |
Banyak rumah tangga berada di daerah yang tidak memiliki drainase yang memadai. Di beberapa kota, peristiwa banjir bahkan sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Kehadiran sejumlah besar limbah dan sampah yang tidak terkumpul memperburuk masalah jaringan drainase. Di sebagian wilayah, saluran air limbah masih bercampur dengan saluran drainase. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman dikategorikan sebagai limbah domestik. Berikut ini adalah gambaran kondisi akibat penyalahgunaan fungsi drainase dalam sebuah kota.
Drainase Jalan Ir.H. Juanda Dago, Bandung saat hujan. (Dok. Pribadi) |
Akibat sarana street inlet tidak berfungsi, jalan protokoler layaknya seperti sungai. (Dok. Pribadi) |
Sanitasi yang buruk identik dengan wilayah permukiman yang padat, kumuh, dan miskin (pakumis). Dalam kasus di Indonesia, hampir sebagian besar kota di negara ini tidak memiliki batasan perbedaan area permukiman kumuh yang jelas. Penduduk dengan ekonomi yang lebih tinggi hingga yang rendah terkadang berada dalam satu lingkungan yang sama dan urusan sanitasi yang buruk menjadi persoalan bersama. Tidak ada jaminan bahwa rumah dengan fisik yang cenderung mahal terfasilitasi sarana sanitasi yang memadai. Maka dari itu, menyelesaikan permasalahan sanitasi ini tidak dapat dipandang sedikit demi sedikit, tetapi harus melihatnya secara keseluruhan. Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukan dan air tanah disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain-lain.
Apa yang bisa kita usahakan di tempat tinggal masing-masing?
Selama pemerintah masih berbenah diri dalam menyelesaikan permasalahan limbah terpusat baik dari segi infrastruktur dan regulasi, opsi eskalasi teknologi pengolahan limbah di rumah tangga masing-masing bisa menjadi alternatif solusi. Paradigma sarana sanitasi yang memadai terkotak-kotakan dengan sarana yang canggih dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu sarana pengolahan limbah identik dengan penurunan nilai estetika dan bau yang tidak sedap sehingga mengganggu aktivitas kegiatan di sekelilingnya. Namun lain halnya dengan sistem yang memanfaatkan proses alami seperti yang disebut sistem Sanitasi Taman (Sanita), hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat menjadi salah satu jalan keluar permasalahan ini.
Apakah itu Sistem Sanita?
Sistem Sanita adalah sebuah siklus yang mengolah tinja dan urine manusia sebagai sumber daya dengan memanfaatkan kapasitas tumbuh-tumbuhan untuk mereduksi sisa bahan pencemar. Tinja berproses sampai terbebas dari mikroba patogenik, tinja yang telah tersanitasi disiklus ulang untuk keperluan pertanian (pemulihan dan penggunaan kembali nutrisi).
Sistem sanita memberikan manfaat dari berbagai aspek, yaitu di antaranya selain mengendalikan limbah cair agar tidak mencemari badan air atau lingkungan, memperbaiki kualitas air tanah dan air permukaan, sistem ini juga menciptakan keasrian lingkungan permukiman, mendukung kesuburan tanah dengan pengolahan sistem ekosan (Ekologi Sanitasi), dan membantu upaya pelestarian lingkungan. Dari hasil penelitian puslitbang, sistem sanita terbukti dapat mereduksi Zat Organik (BOD) sebanyak 97,7%, bakteri Fecal Coliform 99,98 %, dan total Nitrogen & Phospat 75%.
Gambaran Penerapan Sistem Sanita (Sumber : Web Balitbang PU) |
Hidup sehat didukung dari lingkungan yang sehat. Ke mana larinya air limbah rumah Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar