(Sumedang, 25/12) Setelah melewati hampir 3 jam perjalanan dari Bandung dan melewati ramainya arus lalu lintas pantura, sampai juga kami di kaki Gunung Tampomas, Sumedang Utara. Tanggal merah ini kami agendakan untuk menemui Profesor Agus Pakpahan yang di tengah kesibukannya menerima kehadiran kami untuk belajar dan berdiskusi. Profesor Agus ini belakangan sering disebut-sebut sebagai 'komandan lalat' yang ramai di media. Mulai dari media lokal hingga nasional.
Fokus saya dan tim Foodlap dalam mencari teknologi-teknologi pengolahan sampah yang alami, mempertemukan kami dengan jenis lalat menarik yang satu ini, Black Soldier Flies (BSF). Cerita lengkap pertemuan kami dengan teknologi ciptaan Allah ini akan saya ceritakan di lain waktu. Singkat cerita, rasa penasaran kami terhadap hewan inilah yang kemudian mempertemukan kami dengan Profesor Agus.
Di depan rumah tuanya yang besar, kami disambut hangat. Obrolan kami diawali dengan perkenalan diri masing-masing, terutama kami, si anak-anak muda yang sengaja mengontak beliau untuk belajar mengenai lalat ke Profesor Agus atas penelitiannya selama 4 tahun. Kemudian dengan yakin beliau menceritakan latar belakang beliau dalam meyakini BSF sebagai solusi.
Asupan Protein Masyarakat Indonesia
"Asupan protein masyarakat kita yang senilai 13,5 gram/tahun dinilai sangat rendah, 2000 kali lebih rendah dari asupan protein warga Eropa yang rata-rata mencapai 70 gram/hari setiap orangnya."Yang membuatnya semakin prihatin, dari sebuah buku, ia temukan bahwa tingkat IQ orang Indonesia rata-rata hanya 85. Rupanya ini sangat berkaitan dengan asupan protein yang merupakan nutrisi yang krusial dalam perkembangan otak. Kemudian Prof Agus memutar otaknya dan meyakini bahwa asupan protein tersebut utamanya disuplai oleh makanan, dengan sumber protein yang paling murah saat ini adalah ikan dan unggas.
Masalah selanjutnya muncul. Rupanya tantangan terbesar dalam dunia peternakan adalah soal pakan. Biaya pakan memakan 70-80% biaya total pengembangbiakan ternak. Pakan di Indonesia terkenal mahal karena produk atau bahan bakunya hampir 90% impor. Beliau juga menyatakan bahwa salah satu penyebab pemanasan global adalah emisi gas buang tranportasi. Salah satu faktor pendorongnya adalah tingginya arus transportasi untuk pengangkutan pakan yang jauh-jauh harus diimpor. Lebih parahnya lagi, pakan tersebut merupakan hasil pemrosesan pabrik yang kandungannya tidak segar lagi. Prof Agus sendiri mengakui bahwa betapa pentingnya pemberian pakan segar dan alami untuk hewan ternak yang nantinya akan disantap oleh manusia
Masalah Protein + Sampah = Black Soldier Flies
Rentetan masalah tersebut mengasah ide beliau untuk berinovasi mencari tahu alternatif pakan yang tinggi protein, mudah, dan murah. Beliau memulai eksplorasinya pada tahun 2010. Faktor penting lainnya yang menjadi dasar pertimbangan beliau dalam melakukan eksplorasi adalah faktor iklim Indonesia yang dilalui garis khatulistiwa, sehingga memiliki karakteristik hot, wet, dan humid. Pilihan beliau jatuh pada jenis serangga lalat, namun bukan seperti lalat rumah kebanyakan. Saya sendiri mengakui bahwa jenis Black Soldier Flies ini mempunyai berbagai macam kelebihan dan karakteristik mencengangkan yang memang didesain secara alami membantu manusia.
Profesor Agus menambahkan poin konsep dalam pengelolaan sampah. Selain 3R (reduce, reuse, recycle), beliau menambahkan recreate dan revalue. Jadi bagaimana dalam pengolahan sampah ini bisa menghasilkan sumber daya baru dan meningkatkan potensi nilai dari sampah itu. Proses pengolahan menggunakan BSF ini berpotensi pemanfaatannya dalam berbagai bentuk, yaitu : protein yang dimanfaatkan untuk pakan, biostimulan, hasil sekresi larva untuk bahan pupuk cair, dan sisa-sisa kepompong dan bangkai lalat yang memiliki kandungan citosan.
Transformasi sampah menjadi ayam
Setelah mengobrol panjang sebagai pengantar awal, kami diajak untuk menengok 'kandang lalat' beliau. Letaknya tidak jauh dari rumahnya, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Namun kami sama-sama menggunakan mobil untuk mempersingkat waktu. Sampailah kami di kandang lalat beliau. Tempat pengembangbiakan yang mampu mengolah 400-600 kg sampah per hari ini memiliki beberapa bagian. Pertama, rearing house yang merupakan kandang lalat untuk lalat tumbuh dan bertelur. Di kandang sederhana ini berkeliaran lalat-lalat hitam dan hinggap di jaring-jaring dan permukaan dedaunan di dalamnya.
Kedua, reactor house yang merupakan ruang larva, di mana di tempat inilah sampah diolah oleh ratusan ribu larva kelaparan. Kami dibuat terkagum-kagum dengan rentetan penjelasan dari Profesor Agus dan proses pengolahan sampah yang dilakukan oleh sekelompok larva lalat ini. Mata saya berbinar ketika melihat penuh dan ramainya belatung di antara sampah-sampah yang menjadi santapan mereka. Menariknya, area ini sama sekali tidak tercium bau busuk sampah. Hal ini dikarenakan sampah terolah secara cepat oleh si larva. Setiap hari 400-600 kg sampah pasar Sumedang dan isi rumen sapi di masukan ke dalam reaktor-reaktor berisi larva dan akan habis hari itu juga. Larva yang sudah dipanen disimpan di satu ruangan tersendiri, dan siap menjadi makanan segar untuk ayam-ayam yang dipelihara. Ya, tempat pengembangbiakan BSF ini terintegrasi dengan kandang ayam milik beliau.
Atas idealisme Profesor Agus, ayam-ayam ini ditumbuhkembangkan secara alami. Tanpa vaksin dan asupan makanannya hanya dengan larva BSF dan dedak. Balai Penelitian Peternakan yang sempat mampir ke tempat beliau sempat melakukan pembedahan pada ayamnya dan terbukti sehat. Daya tahan tubuh ayam tergolong lebih kuat dari ayam lain dengan pakan pabrikan biasa.
Teknologi ciptaan Tuhan memang keren sekali! Saya juga sangat bersemangat mengaduk-aduk dengan tangan saya, sekumpulan larva dewasa dalam 2 baskom besar yang siap menjadi santapan ayam. Larva-larva berwarna gelap yang masih menggeliat-geliat membuat geli telapak tangan saya.
Sumber : instagram @adriarani |
Setelah puas berkeliling, kami masih melanjutkan diskusi hingga pukul 3 sore. Wah hampir 5 jam lamanya kami menghabiskan waktu 'liburan' satu hari kami di sini. Kekhawatiran akan padatnya lalu lintas menuju Bandung yang membatasi waktu kami.
***
Senang sekali bisa berbagi dan mendapat motivasi dari Profesor Agus. Tetap berkarya dan bermanfaat tanpa mengenal usia. Kami yang masih muda-muda ini mendapat banyak dorongan semangat dari beliau dan istri. Yang paling berkesan untuk saya adalah, ide-ide dan inspirasi beliau yang hampir selalu muncul dari mengamati situasi dan petunjuk dari alam. Ya, saya sangat percaya kalau teknologi paling canggih sebenarnya sudah dirancang sedemikian rupa di alam, hanya bagaimana manusia mampu menerjemahkan dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat manusia. :)
"...(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah..." (Ar-rum:30)
"...(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah..." (Ar-rum:30)
Punten mbak, boleh tahu no kontak pak Agus ? bagaimana prosedur biar bisa berkunjung ke markas lalat ini. haturnuhun.efikaeri
BalasHapus