Kamis, 15 Desember 2011

Biogas di Kampung Cibodas

Akhirnya hari ini adalah UAS terakhir! :) Setelah UAS memang sudah berencana untuk survey ke Kampung Cibodas yang konon katanya sudah berkembang pemanfaatan biogasnya. Untuk apa? Jadi ceritanya saya dan teman-teman U-Green mau jalan-jalan sambil belajar :) nah hari ini saya, Wisnu, Icha, Rizky, dan Icha main-main survey ke sana.

Yang ada di otak saya pertama kali mendengar Cibodas adalah di Bogor. Eits ternyata "Kampung Cibodas" namanya, yang letaknya di Lembang. Kami berlima naik mobil sedan milik Rizky.

Rani : "Cung, yakin nih ke sana pake sedan?"
Alin : "Lah ini mobilnya Cungut sedan"
Cungut : "Iya iya bisa kok"
Rani : "ok"

Perjalanan cukup jauh juga. Kami berangkat pukul 15.00 dan sampai pukul 16.30. Melewati Dago Giri, lalu teruuuss naiiik turuuuun dan jalanan masih "mulus". Dua kali kami ditarik bayaran ketika masuk ke beda desa. Seribu rupiah saja ditukar dengan selembar tiket yang tidak tahu untuk apa. Serunya ketika sudah dekat pemandangan mulai hijau semua. Kami melintas di antara hutan dan tebing.

Daan ketika akan masuk ke belokan Kampung Cibodas, ada sedikit undakan daaaan....


ZROOOK! Suara keras dari bagian bawah mobil.

Akhirnya kami turun dulu dari mobil, dan setelah mobil berhasil melewati undakan itu, kami pun naik lagi. Jalanan menuju ke dalam sedang dalam perbaikan, jadi hanya ada satu jalur dengan kondisi jalan yang berbatu. Hampir tiap kali bagian bawah mobil berbenturan dengan jalan. Dan akhirnyaaa setelah agak menahan nafas, kami sampai di jalan mulus lagi. Kami berhenti sebentar untuk shalat ashar.


Setelah shalat kami memutuskan untuk berjalan kaki saja dengan meninggalkan mobil di depan gang masjid. Kami ditunjukan salah satu tempat biogas oleh bapak-bapak yang sedang membawa susu, Pak Asep namanya. Lokasi pertama letaknya di dalam gang. Kondisinya tidak terlalu bersih. Ada kandang sapi yang berimpitan dengan rumah warga. Kotorannya berceceran di mana-mana. Sistem kerja biogasnya sama dengan lokasi kedua, akan saya jelaskan lebih lanjut lagi.


Keadaan kandang sapi, yang meluber di bawah itu adalah kotoran sapi


kandang sapi diapit rumah warga

Pemanfaatan biogas di kompor


Pak Asep memberi rekomendasi untuk melihat biogas yang lebih baik di rumah Pak X (saya lupa namanya). Tetapi ketika kami kesana, tampaknya tidak ada orang. Kemudian kami memutuskan untuk bertemu dengan Pak RT, namanya Pak Maman.

Pak Maman katanya sedang nonton sisingaan. Wah saya jadi tertarik! Sambil berencana menemui Pak Maman, saya mau lihat sisingaan itu seperti apa.


Yang diangkat adalah berbagai macam, dari kursi, tangga, samapai motor!
Dan yang menahan di bawahnya adalah seorang Ibu-Ibu dengan kakinya saja!


Sedang ada hajatan khitanan di sini. Awalnya kami enggan mencari dan memanggil Pak RT, tetapi setelah kami dibantu bapak hansip, Pak Maman dapat ditarik keluar untuk bercerita. Mengetahui maksud kami ingin menanyakan biogas, Pak Maman memanggil seseorang yang katanya paling mengerti, namanya Pak Anif. Kami pun diajak berkunjung ke kediamannya. Ternyata sistem biogas dan peternakannya sedikit lebih rapi dibanding yang tadi.

Penggunaan biogas di Kampung Cibodas telah dilakukan oleh 17 rumah. Mata pencaharian sebagian besar warga di sini (90%) sebagai peternak menjadi alasan kuat penggunaan teknologi ini. Hanya saja memang dibutuhkan biaya yang cukup mahal. Penggunaan biogas telah berlangsung selama 2 tahun. Pak Anif yang memulainya, dengan berawal dari menggunakan bahan gentong plastik hingga sekarang sudah 7 bulan menggunakan yang berbahan beton. Adanya teknologi ini rupanya mendapat subsidi dari Belanda. Pemasangan satu unit biogas seharga 6 juta, dan disubsidi 2 juta rupiah, Sehingga mereka harus membayar 4 juta. Pembayaran dengan kredit ke koperasi susu yang memotong uang susu 75 ribu rupiah per 15 hari. Selain itu pemilik biogas harus mempunyai peternakan sendiri, dan memiliki lahan cukup tentunya. Setiap hari dapat menghabiskan 3 kg kotoran sapi untuk satu hari pemakaian.


Suasana kandang Pak Anif

Jadi begini prosesnya :
  • Kotoran sapi yang dikumpulkan dimasukan ke dalam beton yang berbentuk seperti sumur. Kemudian diberikan air dan diaduk.
  • Kotoran akan turun ke bagian bawah yang berfungsi sebagai reaktor, yang diameternya 3 meter dan tingginya 1.8
  • Pengeluaran gas akan mengakibatkan padatan kotoran semakin turun
  • Gas yang akan digunakan disalurkan ke rumah melalui pipa
  • Sisa-sisa ampas dikumpulkan ke sebuah kolam untuk digunakan sebagai pupuk cair
  • Ampas keringnya dikumpulkan dan ditimbun
  • Ampas dikeringkan, dijadikan kompos

Tanah coklat itu adalah timbunan kotoran. Yang dipindahkan secara manual dari kolam kotak tadi

Hasil pupuk, teksturnya kering


Tidak ada buangan yang dihasilkan proses ini. Hanya saja pemanfaatan ampas biogas sebagai pupuk belum dilakukan oleh seluruh warga. Beberapa masih membuangnya di aliran sungai. Pemanfaatan ampas sebagai pupuk dilakukan atas inisiatif warga sendiri.

Kami sempat melihat pemanfaatan biogas di rumah Pak Anif. Ada yang untuk kompor dan lampu. tetapi lampu harus diberi pacuan dengan pemantik api.

Pipa biogas yang mengalir ke rumah

Meteran biogas . Lihat cairan merah di dalamnya.
Ketika bagian kanan sudah menunjukan angka di bawah, maka biogas yang ada kurang.


Lampu dengan api, terdapat bahan kasa yang disulut api terlebih dahulu


Hari sudah akan gelap, kami memutuskan pamit dan membuat janji untuk kunjungan (InsyaAllah) pada bulan Januari. Wah tempat ini mandiri sekali! Perekonomian bersandar pada produksi lokal susu dan memanfaatkan buangan dengan menjadi bahan bakar dan penyubur tanaman. Salut! :)

Ayoo liat siniiii *cekrik


Tidak ada komentar:

Posting Komentar