Jumat, 20 Juli 2012

Puasa : belajar kompromi dengan diri


puasa /pu·a·sa/ 1 v menghindari makan, minum, dsb dng sengaja (terutama bertalian dng keagamaan); 2 n Isl salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yg membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari; saum;

Saum (Bahasa Arab: صوم, transliterasi: Sauwm) secara bahasa artinya menahan atau mencegah. Menurut syariat agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. 

Tidak terasa saya telah berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan. Alhamdulillah :)

Puasa adalah bentuk pengendalian diri. Ah, saya lebih suka menyebutnya dengan mendidik diri. Kalau yang namanya mendidik anak tidak boleh dimanja, nah begitu juga dengan memperlakukan diri sendiri.

"Hey badan, tetap kuat ya!" (bicara dengan badan sendiri)

Saya jadi teringat pertemuan Forum Hijau Bandung beberapa hari yang lalu mengenai "Ramadhan Hijau". Adalah sebuah fenomena menarik yang cukup menyentil saya, di mana di kala bulan Ramadhan, masyarakat kita cenderung lebih konsumtif. Itulah kenapa momen ini dimanfaatkan oleh sebagian pedagang untuk menaikan harga barang-barang pokok.

Mengapa?

Coba diingat-ingat. Biasanya memasak makan malam biasa-biasa saja, manakala untuk berbuka, apakah menjadi lebih "wah"? Seperti ada kecenderungan untuk memberi "penghargaan" pada diri sendiri atas usaha menahan lapar dan haus seharian. Atau bisa juga sebagai bentuk penyemangat dalam menjalani puasa sebulan penuh. Lantas, apakah sebegitu besarnya bentuk pengorbanan kita sehingga perlu diberi penghargaan terus menerus, sementara pada kenyataannya pengeluaran justru membengkak selama sebulan ini? Itu hanya salah satu bentuk pembenaran yang dibuat oleh kita sendiri, agar tidak ada perasaan bersalah.

Saya tidak munafik. Saya juga penikmat makanan enak. Terkadang justru ketika perasaan lapar itu membuncah, akan ada berbagai macam keinginan. Kita sebut saja namanya "lapar mata". Belum lagi ketika momen Lebaran itu menjadi momen di mana segala sesuatunya perlu dibuat besar-besaran, segalanya harus baru. 

"Baju baru.. alhamdulillah... Bisa dipakai di hari raya..."

Lalu bagaimana esensi tentang Ramadhan adalah sebuah latihan untuk mendidik hawa nafsu?

Ada sedikit ayat yang saya kutip :

Allah berfirman dalam surat [Al-A'Raaf] ayat 31:
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan"

Nabi S.A.W.juga bersabda:
"Kita ini adalah kaum yang makan bila lapar, dan makan tidak kenyang."


Dan bila dikaitkan dengan kesehatan pun, makan berlebihan setelah perut kosong dalam waktu yang panjang sangat tidak baik untuk kesehatan.

Segala bentuk hawa nafsu bukan melulu soal urusan perut. Belajar berkompromi dengan tubuh, kuasai hawa nafsu, belajar mendidik diri, tenangkan dan sucikan hati. Tubuh kita pun butuh "bernafas" dari proses metabolisme yang terus menerus berjalan tiada henti. Begitu pula dengan hati. Badan ini punya kita sendiri. Kalau bukan kita yang mencoba mengenal dan mengendalikannya, lalu siapa? Puasa adalah ajang kita berlatih! Dan beruntungnya lagi ada bentuk pahala yang dilipatgandakan. Wah, sekali mendayung, 2-3 pulau terlampaui! (Jadi berperibahasa sedikit)

Mohon maaf lahir dan batin. Semoga di bulan Ramadhan ini segala bentuk ibadah kita membawa berkah dan dilipatgandakan untuk kita semua. 

Aamiin... Selamat menunaikan ibadah puasa! :)

1 komentar: